Sabtu, 23 April 2011

Doa Untuk Ketenangan


Doa agar dihilangkan dari kegelisahan, kegundahan, ketakutan dan dimudahkan dari kesulitan

Ada beberapa do’a yang dianjurkan Rasulullah SAW, para sahabat dan para ulama. Berikut ini do’a-do’a yang bisa kita amalkan sehari-hari, dengan penuh kekhusyuan, kontinyu, istiqomah, dan penuh keyakinan.
Tentunya dengan membersihkan hati kita, menghidari dari sifat dosa dan menjalankan semua perintah Allah.
Do’a ini bisa kita amalkan agar dihilangkan dari kegelisahan, kegundahan, ketakutan, kemalasan, kelemahan, kebakhilan, beban hutang, dimudahkan dari kesulitan, dan agar pikiran tenang.

1. “Allohumma inni a’udzubika minal hammi wal huzni, wal ajzi, wal kasali, wal bukhli, wal jubni, wa dholaid daini, wa gholabatir rijali”.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sedih dan duka cita/kecemasan, dari rasa lemah dan kemalasan, dari kebakhilan dan sifat pengecut, dan beban hutang dan tekanan orang-orang (jahat)”.

2. “La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dholimin”.

“Tidak ada ilah selain Allah, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim”.

3. “Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alad dinika wa ‘ala tho’atika”.

“Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”.

4. Membaca surah Al-Insyiroh (Alam Nasyroh), (Q.S. 94 : 1-8).

“Alam nasyroh laka shodrok”,
“Wa wadho’na ‘anka wizrok”,
“Alladzi anqodlo dhohrok”,
“Wa rofa’na laka dzikrok”,
“Fainna ma’al ‘usri yusro”,
“Inna ma’al ‘usri yusro”,
“Faidza faroghta fanshob”,
“Wa ila robbika farghob”.

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?”,
“dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu”,
“yang memberatkan punggungmu”,
“dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu”,
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”,
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”,
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”,
“dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

Mudah2 Allah SWT memberikan jalan, kemudahan, dan menghilangkan segala macam permasalahan hidup kita. Amien…

Kamis, 21 April 2011

Suami Mencintai Istri

Suami kepada istri di awal pernikahan demikian mesra bergaul. Kata-katanya pun diatur sedemikian rupa agar tidak menyinggung perasaan sang primadona. Setiap benda atau simbol maknawi dikomunikasikan dengan bahasa lubuk hati. Rasa kasih namanya.
Begitu pula sang istri menanggapi tutur dan sikap kasih suami dengan penuh sentimentil. Yang berbicara bukan lagi logika tapi lubuk kalbu. Oh, betapa indahnya hidup ini.
Inilah gambaran hidup sang pengantin baru. Mungkinkah kasih sayang tertambat abadi dalam lubuk hati yang dalam ?
Bagi pasangan muslim, gambaran cinta mesra adalah suatu yang sakral. Ia perlu dipertahankan, menutupi ketidaksukaan suami kepada kelemahan istri menjadi suatu kewajiban nilai. Bukan sekedar ungkapan di bibir. „Dia tidak pernah mencela suatu makanan, jika dia suka ia makan, dan jika dia benci dia meninggalkannya" (HR Bukhari Muslim)
Kisah Aisyah dengan Rasulullah menjadi buah ibroh (pelajaran) teladan. Betapa Rasulullah mencaga cinta kasih dengan Aisyah selama mata belum berkatup. Ketika kaum Habsyi bermain tombak di masjid, Rasulullah bersikap duhai mesra. Beliau mendedahkan kain sebagai hijab berlobang, agar Aisyah bisa menonton pertunjukan heroik tersebut. Aisyah melihat pertunjukan dari balik leher/tengkuk, agar sesekali bisa bersentuhan dengan dada Rasulullah.
Kisah lain, betapa Rasulullah bermain mesra. Lomba berlari. Sesekali Rasulullah berlari dengan lambat tapi pasti mengalahkan Aisyah. Sesekali beliaupun mengalah demi suka ria Aisyah, demi membahagiakan istri.
Inilah gambaran hidup ideal dan nyata. Rasulullah melaksanakannya dengan istri-istrinya. Kadang Aisyah pun iri pada sikap Rasul yang membanggakan Khadijah. Istri pertama beliau ini memberi kehangatan hidup, membela lahir dan batin, dikala rumah tangga jihad bergelombang. Khadijah lebih banyak mendapat duka dalam liku-liku pembentukan Qo’idah Ash-Sholbah.

Suami Qona’ah (sederhana)

„Tidak ada pada kami kecuali cuka, lalu Rasul minta cuka itu sebagai lauk. Lalu makanlah beliau berlaukkan cuka", demikian tutur salah seorang istri Rasul. (HR Muslim)
Rasul selau qona’ah (tidak neko-neko). Barangkali inilah salah satu kebanggaan para istri Rasul akan kepribadian beliau. Selain , beliau tampan, hangat, juga menyejukkan.
Tidak ada hati para istri yang gundah gulana disebabkan tindakan Rasul. Paling-paling sikapcemburu para istri terutama Aisyah bila ada wanita yang datang kepada beliau. „Jangan-jangan wanita ini menyerahkan diri untuk diperistri," inilah ungkapan kekhawatiran Aisyah. „Tidakkah aku menarik perhatian beliau ?", Aisyah berkontemplasi.
Bukan bersoalan itu yang berlaku pada Rasul. Beliau menikahi banyak wanita bukan demi nafsu duniawi, akan tetapi demi dakwah, jihad dan kelanjutan Islam.
Memang Aisyah pencemburu berat. Sulit diukur dengan neraca berapa berat tingkat cemburunya. Tetapi lebih cemburu lagi Rasulullah. Inilah ciri cinta yang masih melekat dalam dua pribadi sejarah. Cemburu bukan hal negatif. Tapi sebagai suatu yang inheren dalam cinta yang furqoni. Suami yang mempunyai rasa cinta kepada istrinya, tidak akan rela melihat istrinya diboyong atau digandeng oleh laki-laki lain. Jika sang istri ternyata dengan „suka rela" mau diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain, maka sang suami akan berkata, „Saya harus menceraikannya". Inilah cemburu yang hak (yang benar)
Kadang suami harus pergi jauh, lama tidak kembali, baik untuk mencari nafkan, menuntut ilmu atau menyeru kepada Islam. Dalam kisah kasih suami istri islami, istri akan mentsiqahi (percaya) pada amal suaminya. „Suamiku tidak akan menyeleweng dari Islam", hati kecil istri bicara. Istri pun di rumah menjaga kesucian dirinya. Ia tak akan menerima tamu di luar muhrim selama kepergian suami. Ia senantiasa menjaga anak-anak dan mendidiknya dengan pendidikan Islam serta menjaga segala harta dan wasiat suami. „Suamiku pasti kembali", suara hati sang istri penuh yakin. „kalu pun ia tidak kembali ke pangkuan, pasti dia kembali kepada-Nya". Sang istri yakin betul akan takdir Allah. Ia selalu berprasangka baik kepada Allah dalam setiap keputusan-Nya yang hadir.

Berlapang Dada

Sebagai manusia, kadang-kadang seorang istri hanyut dalam arus kemarahan. Ia membuat sesuatu yang ganjil. Dengan sebab tertentu ia merubah sikap terhadap suaminya. Suami merasakan kemarahan tersebut. Lalu, suami menerima dengan lapang dada. Ia bersabar dan bersikap mulia. Pandangan yang dalam akan hakekat kejadian wanita membuat suami bertoleransi terhadap istri. (Bahwa wanita itu dijadikan dari tulang rusuk yang bengkok. Jika sang suami memaksa untuk meluruskannya, maka ia akan patah. Namun jika dibiarkan, maka ia juga akan tetap bengkok - pent)
sebagaimana Rasulullah pernah menunjukkan sikap beliau ketika Hafsah istri beliu berpaling semalaman dari beliau. Umar memarahi Hafsah dengan keras, karena menganggap anaknya (hafsah) berani berpaling dari Rasulullah. Umpatan Umar tersebut disampaikan kepada Rasulullah. Tapi, Rasulullah menanggapinya dengan senyum simpul.
Suami tidak layak menampilkan sosok dominasi, tidak mau kalah dalam segala hal. Kecuali hal-hal yang prinsip. Untuk hal-hal tertentu suami mau menerima keluhan rasa kesal istri. Suami menanggapinya dengan hati yang sejuk menantramkan, bukannya malah ikut-ikutan marah.
Suatu ketika, para istri shahabat mengelilingi Rasulullah, mengadukan persoaln pribadi. Pasalnya suami-suami mereka terlalu kasai (HR Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah) padahal dalam firman Allah :
„Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah). Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS 4:19)
Dalil ayat ini menyuruh para suami untuk mampu berlapang dada, menerima fitrah manusiawi wanita. Rasulullah pernah bersabda :
„Berwasiatlah kamu dengan cara yang baik kepada wanita sebab mereka dijadikan dari ulang rusuk yang bengkok. Dan sesungguhnya bagian yang paling bengkok di dalam tulang rusuk itu ialah bagian paling atas. Jika anda hendak meluruskannya secara keras dan paksa niscaya engkau akan patahkan dia dan jika anda membiarkan dia demikan ia akan senantiasa bengkok. Maka berwasiatlah kamu dengan baik kepada wanita". (HR Bukhari Muslim)
Suami yang berlapang dada, sabar atau menerima beberapa kelemahan sifat manusiawi wanita akan menjadi simbol kejayaan. Ia bisa adaptif dengan berbagai kronik kehidupan keluarga. Ia tahu bagaimana mengatasi dan mengelula konflik internal dan friksi hubungan sosial dengan istrinya. Ia tahu pula bagaimana cara menyelami lubuk jiwa istrinya dengan bijak, lembut, cerdik.
Kebahagiaan istri secara psikologi dalam keluarga adalah mendapatkan „rewards" positif untuk hal-hal yang positif, dan bila suami bersikap konsisten antara ucapan dan tidakannya. Pemimpin Yang Baik
„Kaum lelaki adalah pemimpin (qowwam) bagi wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka". (QS 4:34)
Kecerdikan dan sikap menerima kekurangan istri, akan meningkatkan pamor suami di hadapan istri. Dalam memperbaiki kekurangan itu ia berusalah dengan cara lemah lembut. Kebencian atau yang menyakitkan istri akan timbul, bila istri dimarahi di khalayak ramai.
Pemimpin yang baik (suami) dalam keluarga adalah keteladanan dan tanggung jawah yang panuh akan amanah yang diberikan kepadanya.
„Kamu semua adalah pemimpin dan semua pemimpin bertanggung jawab atas semua kepemimpinannya. Dan setiap penanggung jawah adalah pemimpin, dan lelaki adalah pemimpin atas kapasitas keahliannya, dan wanita adalah penjaga suami dan anak-anaknya, maka semua kamu adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya". (HR Bukhari Muslim)
Jadi Islam menuntut kaum laki-laki agar bergaul ihsan (baik) dengan istri. Sebaliknya Islam juga menyuruh istri agar patuh dan taat setia kepada suaminya dalam batas-batas halal. Dengan demikian kisah kasih cinta suami istri senantiasa dalam batas rahmat. Insya Allah akan tetap langgeng. Amin.

Rabu, 13 April 2011

Lindungi kami Ya Rabb



Polisi Prancis hari senin kemarin(11/4/11) mulai menangkap wanita bercadar, salah satu korban pertama hasil penangkapan mereka adalah Kanizah, seorang wanita yang memakai cadar ditempat umum setelah diberlakukannya peraturan pelarangan cadar oleh pemerintah Prancis.
Akan tetapi pihak kepolisian menepis tuduhan bahwa wanita bercadar tersebut ditahan karena memakai cadar ditempat umum melaikan ia ditahan karena ikut bergabung dalam sebuah aksi demonstrasi.

Tetapi menurut keterangan Kanizah, Ia sedang duduk di dalam kereta api, lalu polisi langsung menciduknya karena ia memakai cadar ditempat umum.
Sebelumnya Kanizah sering mengatakan kepada kawan-kawan perempuannya bahwa ia tetap memakai cadar dan akan berani menentang peraturan pelarangan cadar.
Menurut peraturan pelarangan cadar, seorang wanita muslim yang berulang kali bersikeras selalu tampil berkerudung di depan umum akan didenda 150 Uero(sekitar 1,8 juta rupiah).
Hukuman lebih berat akan ditimpakan bagi siapa pun yang terbukti bersalah karena memaksa orang lain untuk menyembunyikan wajahnya dengan cara mengancam, kekerasan, penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Hukuman ini jelas sekali ditujukan untuk para orang tua, suami atau pemimpin agama yang memaksa perempuan untuk mengenakan cadar, akan dihukum denda € 30.000 (370 juta rupiah) atau setahun kurungan penjara.


Kepada Allahlah kami bertawakal, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang kafir.

Senin, 11 April 2011

Metode Pengobatan Zaman Rasulullah SAW.

Kesehatan merupakan kenikmatan yang tak ternilai harganya. Sayangnya, kita menyadari kebenaran tersebut, manakala telah kehilangan atas nikmat itu. Pada saat itulah, dimana kita tengah menyadari bahwa kesehatan itu merupakan nikmat, maka kita pun akan rela menebusnya, meskipun dengan harga yang sangat mahal.
Lalu, ketika penyakit mulai menghampiri, kita pun mulai berkeluh kesah dan baru menyadari betapa mahalnya kesehatan itu. Dalam sebua hadits, Rasulullah SAW mengingatkan kepada umatnya, “Ada dua nikmat yang sering kali manusia tertipu oleh keduanya, yaitu kesehatan dan kesempatan (waktu luang) ” (H.R. Bukhari, Ahmad, Dan Turmudzi).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda, “Setiap penykit itu pasti ada obatnya. Oleh karena itu , barang siapa yang tepat dalam melakukan pengobatan suatu penyakit, maka denan izin Allah SWT. dia akan sembuh.” (H.R. Muslim)
Realita dalam kehidupan sehari-hari kita belum mengenal tentang pengobatan yang sering dilakukan oleh Rasulullah, kita lebih tahu tentang pengobatan orang China, dan lainnya. padahal kita selaku umat muslim seharusnya sudah mengetahui tentang cara pengobatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tahukah kita tentang resep obat Rasulullah? mungkin sebagian dari kita ada yang menyatakan tahu dan tidak tahu.
Jadi apa sih sebenarnya resep obat Rasulullah itu?
Resep obat Rasulullah itu adalah resep-resep pengobatan yang dibawa oleh Rasulullah SAW. untuk mengobati rupa-rupa penyakit.
Adapun bahan obat yang sering dipakai Rasulullah seperti madu, lem lebah, kurma, siwak, air susu, air kencing unta, dan air zam-zam. Teknik pengobatan yang sering digunakan adalah teknik berbekam dan juga pengobatan dengan ayat Al-Qur’an.
Disini akan dijelaskan satu persatu:
1. Khasiat Madu dan Lem Lebah
Allah SWT telah membeikan isyarat tentang madu dalam firman-Nya yang berbunyi, “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan imudahkan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudakan bagimu. Dariperut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang memikirkan”. (Q.S An-Nahl:69).
Adapun dalam hadits nya yaitu:
Ibnu Abbas r.a berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “kesembuhan dari penyakit itu dengan melakukan tiga hal, yakni berbekam, minum madu, dan dibakar dengan besi panas. Tetapi aku melarang umatku membakar dengan besi panas itu. ” (H.R Bukhari)
Manfaat Madu dan Lem Lebah (propolis)
  1. Menguatkan system imunitas tubuh.
  2. Mengobati darah tinggi dan jantung.
  3. Menghilangkan penyakit demam.
  4. Mempercantik wajah.
  5. Menghilangkan bau badan yang tak sedap.
  6. Memperlancar proses biokimia tubuh dan proses penyembuhan aneka penyakit.
  7. Mengobati berbagai penyakit pencernaan.
  8. Mengobati berbagai penyakit kulit.
  9. Mengobati sakit mulut.
  10. Mengobati radang tenggorokan.
  11. Mengobati berbagaipenyakit kewanitaan seperti radng leher rahim, radang vagina, dan juga luka nanah leher rahim.
  12. Mengobati sakit pernapasan.
  13. Mengobati penyakit mata.
  14. Mengobati penyakit kanker.mengobati penyakit diabetes.
2. Khasiat Kurma
Kurma telah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an di banyak tempat. Allah SWT berfirman, “Dan goyangkanlah pangkal kurma itu ke arahmu,niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum dan bersenng hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Rabb Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’”. (Q. S Maryam: 25-26).
Manfaat kurma diantara lain:
  1. Mempermudah dan memperlancar persalinan
  2. Menambah nafsu makan dan kekebalan tubuh
  3. Mengobati sakit perut
  4. Mengobati penyakit-penyakit seksual
  5. Mengatasi obesitas
  6. Mengobati hati dan radang
  7. Penawar racun
  8. Menyembuhkan penyakit anemia
  9. Menyehatkan mata
3. Khasiat Siwak
Rasulullah SAW. Bersabda, “seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan ku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan shalat (dalam riwayat lain dikatakan ‘setiap akan berwudu’)”. (H.R Bukhari dan Muslim)
Ternyata hanya sebuah kayu kecil namun siwak ini banyak manfaatnya lho,,, daintaranya:
  1. Mencegah kerusakan gigi
  2. Menyegarkan bau mulut
  3. Memperbaiki jaringan gusi
  4. Menjaga kekebalan tubuh
4. Khasiat Air Zamzam
Rasulullah SAW meminum air zam-zam, lalu beliau bersabda, “Air zam-zam itu penuh berkah.ia adalah minuman yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit.” (H.R Bukhari Muslim)
5. Teknik Berbekam
Teknik berbekam ini pernah dilakukan oleh Rasulullah ketika Mi’raj, beliau diperintahkan oleh malaikat.
Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah aku melewati satu malaikat dari malaikat-malaikat kecuali mereka mengatakan ‘wahai Muhammad perintahkanlah umatmu untuk berbekam’”. (H.R Ibnu Majah).
Sungguh teknik bekam ini banyak sekali khasiatnya menurut Rasulullah pun ada 72 penyakit yang dapat disembuhkan dengan teknik bekam.
Teknik bekam ini juga telah dibuktikan dalam penelitian modern, manfaatnya diantaranya
  1. Mengeluarkan darah kotor, dengan teknik berbekam,maka darah-darah kotor, baik darah yang teracuni maupun darah yang statis, akan keluar sehingga peredaran darah menjadi lancar.
  2. Meringankan tubuh, banyaknya kandungan darah kotor yang menumpuk dibawah permukaan kulit, menyebabkan tubuh seseorang tersa berat sehingga menjadi malas beraktifitas. jika dibekam, maka berat tubuh terasa lebih ringan, sehingga tidak malas dalam beraktifitas.
  3. Menajamkan penglihatan, tersumbatnya peredaran darah ke mata menyebabkan penglihatan menjadi buram. setelah dibekam, peredaran darah menjadi lancar sehingga penglihatan terasa terang.
  4. Untuk kecantikan/basmi jerawat, dengan berbekam, darah kotor yang menumpuk dibawah permukaan kulit muka akan keluar, sehingga peredaran darah dimuka menjadi lancar.

6. Pengobatan Dengan Ayat Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai obat penawar
Allah SWT. Telah berfirman, “Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab, tentulah ,mereka mengatakan, ‘ Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?’ Apakah (patut Al-Qur’an) dalam bahasa asing , sedangkan (Rasul adalah orang Arab?) katakanlah, Al-qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang yang beriman. (Q.S Fushshilat:44)
Maka dengan adanya ayat ini dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW menjadikan Al-Qur’an sebagai obat (As-Syifa)
sumber: Fathoni, Ben. 2010. Mukjizat Resep Obat Rasulullah SAW. Yogyakarta: Intelectual.

Kamis, 07 April 2011

HIDUP BAHAGIA DENGAN POLIGAMI



HIDUP BAHAGIA DENGAN POLIGAMI akan terwujud jika dan andaikan semua umat muslim mencontoh Rasulullah SAW, antara lain seperti :

1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya. 
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat."(Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat sahaja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. 
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah mahupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahawa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; "Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.

3. Disyaratkan pula berlaku adil
sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
"Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang sahaja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua itu pun masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang sahaja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
i) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.

ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.

iii) Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;

"Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahawa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir." (Al-Qur'an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;
"Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)."
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahawa nafkah anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya sahaja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal menegakkan keadilan antara para isteri, nyatalah bahawa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang terhadapisteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang, kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan melakukannya, mengikut tabiat semulajadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisak ayat 129 yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
Selanjutnya Siti 'Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;
Bahawa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya: "Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku dan apa yang bukan milikku."
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; "Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisak. Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisak pula menyatakan bahawa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang sahaja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung."
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; "Orang yang boleh beristeri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang sahaja."
"Adil yang dimaksudkan di sini ialah 'kecondongan hati'. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil."
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu condong hati kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; "Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri."

4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. 
Jadi, suami mesti yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.

5. Berkuasa menanggung nafkah. 
Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
"Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya berkahwin tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak digalakkan berkahwin walaupun dia seorang yang sihat zahir serta batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib sebaik sahaja berlakunya suatu perkahwinan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;
i) Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
ii) Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
iii) Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
iv) Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
v) Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.

HIDUP BAHAGIA DENGAN POLIGAMI


HIDUP BAHAGIA DENGAN POLIGAMI akan terwujud jika dan andaikan semua umat muslim mencontoh Rasulullah SAW, antara lain seperti :

1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya. 
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat sahaja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. 
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah mahupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahawa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; "Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.

3. Disyaratkan pula berlaku adil
sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
"Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang sahaja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua itu pun masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang sahaja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
i) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.

ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.

iii) Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;

"Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahawa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir." (Al-Qur'an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;
"Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)."
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahawa nafkah anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya sahaja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal menegakkan keadilan antara para isteri, nyatalah bahawa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang terhadapisteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang, kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan melakukannya, mengikut tabiat semulajadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisak ayat 129 yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
Selanjutnya Siti 'Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;
Bahawa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya: "Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku dan apa yang bukan milikku."
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; "Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisak. Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisak pula menyatakan bahawa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang sahaja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung."
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; "Orang yang boleh beristeri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang sahaja."
"Adil yang dimaksudkan di sini ialah 'kecondongan hati'. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil."
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu condong hati kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; "Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri."

4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. 
Jadi, suami mesti yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.

5. Berkuasa menanggung nafkah. 
Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
"Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya berkahwin tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak digalakkan berkahwin walaupun dia seorang yang sihat zahir serta batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib sebaik sahaja berlakunya suatu perkahwinan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;
i) Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
ii) Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
iii) Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
iv) Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
v) Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.

Selasa, 05 April 2011

Opick - Astaghfirullah



astaghfirullah ampunillah dosa-dosa hambamu ini ya allah

Fakta Bulan Terbelah oleh Nabi Muhammad SAW




 Apakah betul apa yg difirmankan ALLAH dalam Qur'an jika bulan SAAT ini memang terbelah?

Perhatikan, mukjizat ini bukan hanya sekedar cerita yang cuma dapat didengar saja, tapi mukjizat Qur'an ini masih dapat dilihat dengan JELAS SEKALI.
Terlampir adalah foto bulan dari koleksi NASA. Semoga hal itu akan semakin menyempurnakan keyakinan kita terhadap kekuasan ALLAH dan kerasulan nabi Muhammad SAW.
Dalam Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab2 hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum Rasulullah Muhammad SAW hijrah, berkumpullah tokoh2 kafir Quraiy, seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah dan Al 'Ash bin Qail.


Orang2 musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (dengan nada mengejek dan meng-olok2)?"
Rasulullah SAW bertanya, "Apa yang kalian inginkan?" Mereka menjawab, "Coba belah bulan..." Rasulullah SAW pun berdiri dan terdiam, berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu Allah memberitahu Muhammad SAW agar mengarahkan telunjuknya ke bulan.
Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan se-benar2-nya. Serta-merta orang2 musyrik pun berujar, "Muhammad, engkau benar2 telah menyihir kami!"
kejadian modelnya kaya gini
Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja "menyihir" orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Lalu mereka pun menunggu orang2 yang akan pulang dari perjalanan.
Orang2 Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, orang2 musyrik pun bertanya,
"Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?" Mereka menjawab, "Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing2-nya kemudian bersatu kembali..."
Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: "Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda2 kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata,"Ini adalah sihir yang terus-menerus", dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap... (sampai akhir surat Al-Qamar).
Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar.

Minggu, 03 April 2011

Al-Quran tertua di Asia


Al-Quran tertua di Asia yang didatangkan dari Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) milik Kesultanan Ternate akan ditampilkan pada festival Legu Gam pada 1 hingga 16 April dan bisa dilihat langsung oleh masyarakat.


Ketua Panitia Legu Gam, Arifin Djafar di Ternate, Kamis, mengatakan, Al-Quran kuno yang terbuat dari kulit kayu, berisikan ayat-ayat Al-Quran lengkap 30 juz (114 surat) dengan pembungkus berupa kotak dari kayu, diarak dari bandara Sultan Babullah ke Kedaton Kesultanan Ternate.


"Kitab suci ini dipinjam dari Pemda Kabupaten Alor untuk dipamerkan pada acara Legu Gam MKR 2011. Al-Quran tua ini akan dibaca saat tertentu pada acara itu," kata Arifin yang juga Wakil Walikota Ternate. Al-Quran kuno ini dibawa ke Alor Besar pada 1519 M oleh Iang Gogo yang merantau bersama keempat saudaranya dengan misi penyebaran Agama Islam hingga ke Alor.


Saat itu, Al-Quran ini dibawa pada masa Kesultanan Babullah lima bersaudara berlayar dari Ternate dengan menggunakan perahu layar yang menurut riwayat bernama Tuma Ninah, yang berarti "Berhenti/Singgah Sebentar".


Al-Quran ini tersimpan di rumah pondok sekitar tahun 1982, saat itu, kata Arifin terjadi kebakaran besar yang melanda rumah pondok tempat menyimpan kitab tua ini yang menghanguskan seluruh bandan dan isi rumah termasuk semua benda-benda peninggalan Ia Gogo yang dibawa dari Ternate.


"Tetapi anehnya, Al-Quran tertua ini tidak terbakar dan hingga saat ini masih tetap terawat dan utuh," kata Arifin.
Sebelumnya, Al-Quran di bawa oleh rombangan dengan menggunakan pesawat Express. Al-Quran tersebut langsung diarak dari Bandara Babullah ke Kedaton Kesultanan Ternate yang berjarak sekitar 7 Km. Al-Quran tertua tersebut dibawa oleh pihak Kesultanan Ternate, dan didampingi oleh seluruh perangkat kesultanan (bobato).

Template by:
Free Blog Templates